Jumat, 23 Mei 2008

Ambisi Militer Australia

Australia yang merupakan kekuatan menengah di dunia, namun dalam soal supremasi militer sedang memupuk ambisi besar mempertahankan dominasinya di kawasan Asia Pasifik.

Ambisi itu kian terlihat 23 Februari lalu saat para menteri pertahanan dan luar negeri Australia dan AS bertemu dalam forum konsultatif yang dikenal dengan AUSMIN (Australia-US Ministerial) di Canberra.

Dalam pertemuan yang diikuti Menhan AS Robert Gates, Wakil Menlu AS, Menlu Australia Stephen Smith dan Menhan Joel Fitzgibbon terungkap sejumlah ambisi strategis Canberra.

Selain mereka hadir pula Kepala Staf Gabungan AS, Laksamana Mike Mullen, dan Komandan Armada Pasifik AS, Laksamana Timothy Keating.

Media setempat melaporkan Australia tidak hanya mempertimbangkan partisipasinya dalam program sistem pertahanan rudal AS, tetapi juga mendorong negara adidaya itu untuk mengizinkan penjualan pesawat tempur generasi baru "F-22 Raptor".

Kedua isu strategis itu mendapat sinyal positif dari delegasi AS.

Fitzgibbon, seperti dikutip ABC, mengatakan memanfaatkan pertemuan itu untuk menyinggung perihal hambatan di seputar pembelian pesawat siluman F-22 Raptor.

Gates menegaskan bahwa pihaknya punya keberatan prinsipil, namun undang-undang kongres AS melarang penjualan pesawat tempur tercanggih AS itu.

F-22 Raptor disebut situs Air Power Australia dapat dilengkapi bom pintar inersial/satelit GBU-32 JDAM (The Joint Direct Attack Munition) itu ke negara asing, termasuk Australia.

Jenis pesawat tempur itu merupakan pesawat penyerang dengan bom berpenuntun laser yang berfungsi serba guna.

Melihat kendala legal formal itu, Fitzgibbon berjanji menulis surat ke Pemerintah dan Kongres AS untuk meminta undang-undang pelarangan penjualan ke negara asing itu diubah.

Hasrat besar Fitzgibbon terhadap pesawat tempur F-22 Raptor ini tidak terlepas dari pertimbangan kemampuan hebat pesawat yang kini dipakai Skuadron Tempur ke-27 Wing Tempur Pertama Langley, Virginia, AS itu sehingga pas dengan isu peninjauan kembali kemampuan tempur udara Australia oleh kementeriannya.

Keinginan memasukkan F-22 Raptor ke dalam proses peninjauan kembali itu dimaksudkan sebagai satu opsi jika ada keputusan soal pembatalan kontrak pembelian pesawat tempur F/A-18F Super Hornet senilai lebih dari lima miliar dolar AS yang telah ditandatangani AS dengan John Howard ketika masih menjabat Perdana Menteri Australia beberapa waktu lalu.

Isu pembatalan kontrak pembelian F/A-18F dan konsekuensi ongkos pembatalan yang harus ditanggung pemerintah federal Australia itu menjadi wacana politik setelah pada 18 Februari lalu Fitzgibbon mengumumkan struktur dan rincian peninjaun kembali pemerintahan Partai Buruh yang kini berkuasa atas kepatutan rencana kemampuan tempur udara Australia hingga 2045.

Peninjauan kembali itu akan membantu pemerintah menilai rencana yang ada sekarang dan menyampaikan pertimbangan tentang kemampuan tempur udara Australia berdasarkan Buku Putih Pertahanan yang baru.

Menurut Fitzgibbon, peninjauan kembali itu akan dilakukan dalam dua tahap.

Pada tahap pertama, dilakukan penilaian terhadap persyaratan kemampuan tempur udara Australia antara tahun 2010 dan 2015, dan kelayakan mempertahankan pesawat tempur F-111 hingga setelah 2010.

Seterusnya dilakukan pula analisa perbandingan pesawat tempur yang ada untuk mengisi ketimpangan yang terjadi akibat penarikan F-111, serta penilaian terhadap status rencana mendapatkan F/A-18 Super Hornet.

Pada tahap kedua, peninjauan kembali itu akan mempertimbangkan tren kekuatan udara di kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2045, dan kemampuan relatif pesawat tempur generasi sekarang maupun generasi ke-empat dan kelima seperti pesawat untuk segala matra Joint-Strike Fighter (JSF).

Dalam peninjauan kembali tahan dua itu, menurut Fitzgibbon, tim peninjau juga akan mengkaji F-22 dengan tetap mempertimbangkan masalah industri yang relevan dengan perkembangan kemampuan tempur udara Australia.

Ketika masa pemerintahan Howard, isu pengadaan Super Hornet yang terlanjur disepakati dengan AS itu tidak dapat dilepaskan dari ambisi Angkatan Bersenjata Australia (ADF) mengisi ketimpangan saat pesawat-pesawat F-111 dipensiunkan pada 2014.

Bagi Kepala Staf Angkatan Udara Australia, Marsekal Angus Houston, kemampuan tempur Super Hornet sangat baik, tak tertandingi di kawasan Asia Pasifik.

Di kawasan Asia, analis pertahanan sering membandingkan kemampuan tempur Super Hornet itu dengan pesawat tempur canggih "Sukhoi" buatan Rusia yang sudah memperkuat angkatan udara China, India, Malaysia dan Indonesia.

Bila pembatalan kontrak pembelian Super Hornet benar-benar dilakukan, menurut Pejabat senior Dephan Australia, Stephen Gumley, pemerintah federal harus siap mengeluarkan 400 juta dolar.

Dana pembatalan sebesar itu, katanya, harus disiapkan sesuai dengan nilai kontrak yang sejauh ini ada. Biaya itu akan terus membengkak karena semakin lama Australia terlibat dalam program pengadaan itu, semakin banyak pula "Super Hornets" yang dibuat.

Kontrak pembelian Super Hornet yang belakangan memunculkan pertimbangan lain dari pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd dengan melirik F-22 Raptor ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk merumahkan pesawat tempur F-111 pada 2010.

Isu penarikan F-111 pada 2010 untuk digantikan dengan pesawat tempur yang dinilai lebih canggih dan mampu menjaga supremasi tempur udara Australia itu semakin bergulir kencang sejak 3 Mei 2007.

Saat itu, ADF menyebutkan, pihaknya telah melakukan kontrak pertama akuisisi 24 unit F/A-18 F Super Hornet dan sistem pendukungnya senilai 2,9 miliar dolar dengan Angkatan Laut AS.

Berbagai masalah lainnya, termasuk akuisisi senjata, bahkan direncanakan selesai pada 2007, sedangkan pelatihan bagi para personel militer Australia di AS dimulai pada 2009 atau setahun sebelum penarikan F-111.

Dephan Australia di masa Howard sangat yakin kehadiran F/A-18 F Super Hornet itu akan mampu mempertahankan kemampuan tempur udara negara itu melalui transisi ke pesawat tempur siluman F-35 pada dekade berikutnya.

Pesawat tempur buatan Boeing dan pertama kali terbang pada 29 November 1995 ini dinilai berkemampuan tinggi, terbukti dalam operasi tempur, dan memiliki multi peran.

Angkatan Laut AS menfungsikan jenis Super Hornet yang memiliki seri E dan F ini hingga tahun 2030.

Sebanyak 24 pesawat Super Hornet Australia itu pada awal rencananya akan ditempatkan di Pangkalan Udara Angkatan Udara Australia (RAAF) di Amberley, Negara Bagian Queensland.

Juga di lauit

Terlepas dari bagaimana akhir dari kisah "F-22 Raptor" dan "Super Hornet" di antara Canberra dan Washington DC ini, satu hal yang pasti bahwa Australia sangat berambisi menjaga supremasi kemampuan tempur udaranya di kawasan Asia Pasifik.

Terjaganya supremasi tempur udara itu diikuti pula oleh hasrat Australia yang besar dalam memperkuat kapasitas tempur lautnya dengan mengembangkan armada kapal selam baru yang mampu membawa peluru kendali jarak jauh serta kapal selam kecil yang canggih.

Ambisi memperkuat kemampuan matra laut Angkatan Bersenjata Australia (ADF) itu tampaknya dimaksudkan untuk mengantisipasi perlombaan senjata di kawasan Asia Pasifik.

Sebelum isu "F-22 Raptor" bergulir, Fitzgibbon sudah memerintahkan pembuatan rencana pengembangan generasi baru kapal selam AL Australia itu untuk menggantikan armada kapal selam kelas "Collins" pada 2025.

Proyek pengembangan armada kapal selam baru dengan biaya 25 miliar dolar yang perlu waktu 17 tahun itu disebut Suratkabar "The Australian" sebagai proyek pertahanan terbesar, terlama, dan termahal di negara itu.

Rencana Australia di bawah pemerintahan Partai Buruh memperbaharui armada kapal selamnya itu muncul di saat negara-negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Indonesia, China, dan India, juga mulai mengembangkan kekuatan armada kapal selamnya.

Kondisi ini berpotensi mengubah keseimbangan kekuatan pertahanan angkatan laut di kawasan tersebut.

Fitzgibbon berpandangan bahwa kapal selam dapat memberikan kemampuan militer yang vital bagi Australia.

Sejauh ini, Australia memiliki sedikitnya enam kelompok kapal selam, yakni HMAS Collins, HMAS Dechaineux, HMAS Farncomb, HMAS Rankin, HMAS Sheean, dan HMAS Waller.

Ambisi besar untuk mempercanggih alat utama sistem senjata (alutsista) ADF itu sepenuhnya merupakan hak Australia, namun sulit untuk dipungkiri bahwa Indonesia kerap dijadikan salah satu "benchmark" pertahanan Australia di kawasan.

Asumsi ini beralasan ketika media Australia menyoroti secara khusus kesepakatan kerja sama Indonesia dan Rusia dalam pengadaan alutsista TNI yang pemberitaannya marak di sela KTT Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Sydney, September 2007 lalu.

Harian "The Sydney Morning Herald" termasuk di antara media cetak yang paling menyoroti kesepakatan Indonesia-Rusia, khususnya tentang pengadaan sejumlah kapal selam, tank, dan helikopter senilai 1,2 miliar dolar AS itu.

Suratkabar milik kelompok Fairfax itu bahkan menuding pembelian sejumlah alutsista TNI dari Rusia ini akan memicu perlombaan senjata di kawasan tersebut.

Menlu RI, Nur Hassan Wirajuda, menanggapi laporan media Australia di sela KTT APEC Sydney tahun lalu itu, dengan satu penegasan bahwa Indonesia memiliki dasar keperluan yang kuat untuk membangun angkatan bersenjata yang layak.

Apa yang disepakati Indonesia dengan Rusia dalam pengadaan alutsista TNI itu juga hanya dimaksudkan untuk mengejar tingkat kemampuan yang memadai bagi sebuah negara kepulauan.

Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia mempunyai dasar keperluan yang legal untuk membangun angkatan bersenjata yang layak.

Namun berdasarkan ukuran anggaran belanja pertahanan selama 30 tahun terakhir, Indonesia justru tergolong negara dengan anggaran yang "sangat rendah", katanya.

"Akibatnya pembangunan angkatan bersenjata kita relatif ketinggalan. Apa yang kita sepakati dengan Rusia, daya belanja kita baru untuk mengejar tingkat kemampuan yang memadai bagi sebuah negara seperti Indonesia," kata Menlu RI.

Apa yang disampaikan Wirajuda tentang minimnya anggaran pertahanan RI itu adalah sebuah kenyataan yang menyertai perjalanan sejarah TNI hingga saat ini.

Pertanyaan Menhan Juwono Sudarsono Januari lalu semakin menegaskan kondisi yang memprihatinkan itu, padahal ia menyebut angka Rp100 triliun atau sekitar 11 miliar dolar sebagai besar dana yang ideal bagi Dephan dan Mabes TNI untuk mendukung kebutuhan negara seluas Indonesia.

Dibandingkan dengan Singapura, yang menurut Menhan Juwono, sudah menghabiskan dana pertahanan sebesar 44 miliar dolar AS, Indonesia dipastikan bukan siapa-siapa karena anggaran pertahanannya hanya sekitar Rp3,6 triliun tahun ini.

Dengan kondisi demikian, siapa yang sesungguhnya berambisi besar memicu perlombaan senjata di kawasan Asia Pasifik?

Agaknya tak sulit untuk melihat Australia sebagai salah satu negara yang terus memupuk ambisi besar untuk menjadi negara kekuatan menengah yang memiliki supremasi militer yang hebat di kawasan. (*)ANTARA

Kopassus

Dibawah ini saya mencoba untuk sedikit menyampaikan beberapa hal mengenai tentara kebanggaan TNI AD / ABRI yang bernama kopassus. Saya berusaha menjauhi informasi formal yang sudah sering kita baca di koran-koran, apa yang ada ini lebih berupa “inside Kopassus”

Motto : BERANI — BENAR — BERHASIL

Kilasan Sejarah Kopassus dibentuk oleh Kolonel E Kawilarang yang waktu menjabat Sebagai Panglima TT III / Tentara Teritorium siliwangi. Ia memanggil seorang bekas tentara KNIL yang memilih menjadi WNI, ketika terjadi perang DI/TII,namanya Mayor Ijon Jambi (orang Belanda, Nama aslinya RB Visser).

Kopassus diresmikan oleh AH Nasution pada waktu itu dan hanya 6 bulan berada dibawah TT III Siliwangi sebelum akhirnya dimabil alih oleh AD. Baretnyapun berwarna merah, karena memang mengambil alih konsep pasukan Belanda “roode baret”. Mengenai warna baret ini perlu kita ketahui bersama bahwa seluruh pasukan khusus di dunia menggunakan warna hijau, sedangkan pasukan “airborne/ lintas udara” nya berwarna merah. Tapi di Indonesia terbalik, justru pasukan
khususnya yang menggunakan baret warna merah.

Struktur Organisasi saat ini Kopassus terdiri atas 5 Grup (istilah grup hanya dipakai oleh Special Forces dibeberapa negara didunia, sedangkan tentara pada umumnya menggunakan istilah Batalyon, Detasemen, Brigade dan Divisi). Setiap Grup dipimpin oleh seorang Pamen berpangkat Kolonel. Dari prajurit sampai dengan Kolonel adalah tentara yang profesional dan terlatih terus, baik secara fisik maupun mental. Jadi jangan dibayangkan bahwa semakin tinggi
pangkat atau tua usia seorang prajurit Kopassus itu akan jadi lamban seperti tentara pada umumnya. Sangat sulit menemukan anggota ABRI yang pensiun di Kopassus, karena begitu fisiknya tidak memadai, Ia akan langsung mutasi ke Satuan lainnya.

Grup ini baru dimekarkan oleh Letjen Prabowo beberapa bulan lalu, sehubungan dengan AGHT (Ancaman, Gangguan, Hamabatan dan Tantangan) yang ada di depan kita di masa mendatang. Diperkirakan tidak akan ada perang dalam skala besar tapi justru skala kecil intensitas tinggi (terorisme, penculikan dll). Sebagai mana
layaknya Pasukan Khusus didunia, maka Kopassus dibentuk untuk menghadapi perang dalam skala kecil tapi berintensitas tinggi, seperti terorisme.

Grup 3 berlokasi di Batujajar, Jabar (dekat Cimahi) dan merupakan
Pusdikpasus (pusat Pendidikan Kopassus). Tempat latihannya berada disekitar Bandung sampai dengan Cilacap. Group 1 - 3 bekualifikasi PARA KOMANDO (semua anggotanya harus Mengikuti latihan terjun payung dasar/tempur )

Grup 4 disebut Sandhy Yudha dan berlokasi di Cijantung Jakarta, merupakan orang pilihan dari 3 grup pertama yang dilatih kembali menjadi berkualifikasi Intelejen Tempur, dengan tugas menghancurkan lawan digaris belakang pertahanan lawan (penyusupan).

Mereka adalah tentara profesional yang dalam pergerakannya dalam bentuk Unit (istilah dalam Special Forces, dalam tentara biasa disebut Regu, Peleton atau Kompi) berjumlah sekitar 5 orang. Dalam masa damai seperti saat ini, mereka mendapat tugas Intelejen Teritorial, misalnya mengetahui karakteristik demografi suatu daerah, pendukung dana yang bisa dimanfaatkan, tokoh-tokoh masyarakat, preman-preman dll.

(Sebagai informasi saja, bahwa sejak bulan Juni 1997, Kopassus mengirimkan team kecilnya keseluruh kota-kota besar di Indonesia dengan tugas RAHASIA, karena ABRI yang lainpun tidak mengetahui dengan pasti apa tugas mereka. Di beberapa lokasi / Kodam, tentara lokalnya bahkan tersinggung karena seolah-olah dianggap tidak mampu me manage daerahnya. Mereka ditarik kembali ke Jakarta pada bulan Januari 1998).

Kehebatan lain Grup ini adalah pola perilaku dan penampilannya yang sama sekali tidak mirip tentara . Misalnya cara bicara tidak patah-patah, rambut panjang, tidak pernah menghormat atasan atau yang pangkatnya lebih tinggi bila bertemu di luar Ksatrian mereka. Jadi sangat jauh dengan gaya Serse Polisi atau Intel Kodim dll. yang kadangkala justru menunjukkan kalau dirinya Intel. Mereka tidak ngantor setiap hari dan sangat jarang pakai seragam, hanya pada saat tertentu saja mereka kembali ke kantor (misalnya 2 minggu sekali untuk laporan atau mendapat tugas baru). Jadi pada prinsipnya
mereka sangat aktif berkecimpung dalam kehidupan masyarakat biasa misalnya di RT/RW, Perkumpulan Terjun Payung, Jeep Club dll. (terutama bagi mereka yang tidak tinggal di Ksatrian). Group ini
sangat profesional dalam penyamarannya dan juga sudah mendapatkan pendidikan
Perang Kota dari Green Beret US Army. Di Timor Timur, Aceh dan Irian (3 hot spot di Indonesia yang sering digunakan sebagai ajang latihan juga) mereka menyusup sampai ke kampung -kampung dan membentuk basis perlawanan terhadap GPK dari masyarakat lokal sendiri. Oleh karenanya kemampuan menggalang massa nya sangat terlatih.

Grup 5 (atau yang dikenal sebagai Detasemen 81, karena keberhasilannya dalam peristiwa pembajakan pesawat di Don Muang, Muangthai tahun 1981) adalah orang pilihan dari Group 4 dan merupakan yang terbaik yang dimiliki Kopassus. Mereka memiliki Ksatrian tersendiri di Cijantung dan terisolir. Klasifikasinya adalah ANTI TERORIS dan akan selalu mengikuti perjalanan kenegaraan Presiden. Pengetahuan orang bahkan ABRI sendiri tentang Grup ini
sangat minim, karena mereka sangat terisolir dan rahasia. Sebuah sumber mengatakan bahwa mereka mengikuti pola GSG 9 Jerman (Pasukan elite polisi Jerman, yang berhasil dalam pembebasan sandera di Kedutaan besar Jerman di Iran). Mengingat Prabowo adalah satu-satunya Perwira Indonesia yang pernah lulus dalam pendidikan anti teroris di GSG 9.

Namun demikian saat ini mereka sudah mulai mencampurkan pola latihannya sehubungan dengan banyaknya perwira yang dilatih oleh Green Berets US Army (misalnya Mayjen Syafrie Syamsudin). Peralatan yang mereka miliki sangat canggih dan tidak ada bedanya dengan satuan elite tentara lainnya di dunia.

LATIHAN

Jadi pendidikan awal seorang Kopassus adalah mengambil kualifikasi KOMANDO yang harus dijalani sekitar 6 bulan. Materi latihan meliputi Perang Hutan, Buru Senyap, Survival (dilakukan di daerah Situ Lembang dilanjutkan dengan long march ke Cilacap untuk latihan rawa laut, survival laut, pendaratan pantai dll.

Selain itu juga mereka harus mengambil pendidikan PARA DASAR Tempur dengan materi yang meliputi terjun malam, terjun tempur bersenjata dan diterjunkan di Hutan (membawa senjata, ransel, payung utama dan payung cadangan).

Dalam semua latihannya mereka akan menggunakan peluru tajam, oleh karenanya tidaklah heran bila hampir dalam setiap latihan selalu ada siswa yang meninggal dunia karena berbagai sebab (kelelahan, kecelakaan dll).

Standard yang dipakai di Kopassus sangat amat ketat, bagi yang fisiknya kurang mampu atau mentalnya lemah, jangan harap bisa bertahan didalam latihan ini, atau di Satuan ini. Kesalahan sekecil apapun tidak akan ditolerir, karena memang tugas mereka sangat berbahaya. Setiap anggota Kopassus harus memiliki keahlian khusus seperti menjadi penerjun payung handal (Combat Free Fall), penyelam, penembak mahir (sniper), Daki Serbu, Komputer/perang elektrokika, perang psikologi, menguasai sedikitnya 2 bahasa
daerah bagi para tamtama dan bintara dan bahasa asing untuk para perwiranya.

Mereka diseleksi secara ketat, baik oleh Team Kes AD (Kesehatan), PSIAD (Dinas Psikologi AD) dan Team Jas AD (Jasmani/Kesemaptaan). Proses seleksi ini pada dasarnya berjalan terus menerus sampai dengan selesainya latihan, seorang Pasis (Perwira Siswa) yang melakukan kesalahan pada hari terakhir latihan, akan langsung dipecat, artinya tidak ada kompromi. Oleh karenanyalah, LOYALITAS terhadap perintah atasan sangat penting dalam organisasi ini.

PERLENGKAPAN

Kopassus merupakan tentara pilihan dan mereka tidak mentolerir kesalahan dalam operasi sekecil apapun (Safety First), oleh karenanya perlengkapan yang mereka pakai sangat jauh berbeda dengan tentara lainnya. Perlengakapan mereka sangat canggih dan modern, misalnya saja untuk membaca peta, sudah tidak menggunakan lagi Kompas Prisma, tapi GPS (Global Positioning System) yang langsung berhubungan dengan Satelit; dengan hanya menekan satu tombol
saja, mereka akan mengetahui dengan tepat posisinya , jarak yang akan ditempuh bila akan menuju ke koordinat tertentu.

Grup antiterornya menggunakan senapan H&K MP5 , yang merupakan standar pasukan khusus terbaik di dunia seperti Green Berets, Delta Force, Navy Seal, GSG 9 Jerman, SAS dll. Pistol yang dipakai Beretta 9 mm (.45), selain itu juga berbagai macam kaliber lainnya seperti kaliber .22 (pistol kecil). Apabila peralatan yang mereka pakai sudah saatnya diganti (menurut manual) maka akan segera diganti. Hal ini sangat jauh berbeda dengan tentara lainnya yang cenderung konvensional dan melakukan tambal sulam terhadap peralatannya.

Mereka punya peralatan terjun payung tercanggih untuk melakukan HALO (High Altitude Low Opening) dan HAHO (High Altitude High Opening) yang memakai masker oksigen dll. Penerjunan ini dilakukan setinggi mungkin, sekitar 10.000 feet dan kemudian dia akan melayang dan membuka payungnya serendah mungkin guna menghindari radar lawan (agar tetap tampak seperti burung yang
melayang diudara di radar lawan).

Peralatan pendaratan pantai (memiliki LCR/Landing Craft Rubber/Perahu karet dengan mesin yang hampir tanpa bunyi, yang digunakan untuk operasi penyusupan dimalam hari), menyelam (dilatih seperti UDT, Underwater Demolition Team US Navy,), team Daki Serbu ( yang baru saja menaklukkan Himalaya dan dikenal di luar sebagai PPGAD/Persatuan Pendaki Gunung TNI AD).

Kehebatan Kopassus adalah mereka tidak segan-segan untuk meminta bantuan pihak lain yang dianggap ekspert dibidangnya seperti PADI untuk menyelam, AVES untuk terjun payung, Wanadri untuk naik gunung dll. yang dalam perjalanannya kemudian akan mereka modifikasi sendiri untuk keperluan tempur dan malahan menjadi lebih hebat.

Sebagai sebuah Satuan mereka memiliki Dinas Hub (Perhubungan) sendiri yang sangat canggih dan memiliki sistem perhubungan portable yang mandiri dan Satelite Mobile Phonet, Kes (Kesehatan) sendiri, Pal (Peralatan) sendiri dengan persenjataan yang canggih, Bek (Perbekalan) sendiri, Ang (Angkutan) sendiri, dengan mobil-mobil Hummer, mobil dipantai dll.

Bahkan mereka merencanakan untuk membeli helikopter sendiri dari Rusia (namun gagal karena Krismon). Jadi pada prinsipnya mereka sangat mandiri, termasuk memiliki sejumlah panser.

Kesimpulan & Keunggulan

1. 1 orang Kopassus dapat disetarakan dengan minimal 3 orang tentara biasa, karena ybs dilatih dengan berbagai ketrampilan (komunikasi radio, menembak, P3K dll). Di tentara biasa hal ini tidak dijumpai;
2. Kedisiplinan dan loyalitas yang tinggi terhadap tugas;
3. Biaya pelatihan bagi seorang Kopasssus sangatlah mahal;
4. Peralatan yang canggih dan tepat guna;
5. Secara umum kesejahteraan anggota Kopassus lebih baik dibandingkan tentara pada umumnya, terutama ketika dibawah Prabowo, karena ia sangat memperhatikan hal ini. (misalnya bila ada lelangan mobil di Bimantara dll., maka mobil bekas tersebut akan segera di beli oleh Kopassus untuk dijual murah kepada anggotanya /perwira);
6. Sangat jarang bagi mereka tinggal dirumah, selalu latihan dan operasi;
7. Mereka adalah tentara profesional yang tidak pernah ragu untuk mengambil keputusan dalam membela negaranya dari bahaya
8. Sangat amat jarang ditemukan anggota Kopassus yang bekerja menjadi SATPAM di industri-industri, sebagaimana sering ditemui terjadi pada tentara lainnya. Karena relatif taraf ekonomi mereka lebih terjamin sehubungan dengan adanya YAYASAN KOBAME (Korps Baret Merah)
9. Cara-cara mereka beroperasi sangat profesional (dalam pengertian tentara misalnya tehnik membunuh, kontra intelejen, agitasi, propaganda, perang psikologi, penggalangan massa, menguasai berbagai macam type senjata).

Saya tidak mengartikannya dalam konteks HAM dan hukum positif.

Info Tambahan:

Sebenarnya Indonesia juga mempunyai pasukan khusus lainnya milik TNI AL, namanya DEN JAKA yang bermarkas di Jakarta dan dipimpin oleh seorang mayor (dikenal dekat dengan Prabowo). Pasukan ini memiliki kemampuan UDT (Underwater Demolition Team) dan dilatih secara intensif oleh US Navy Seal. Mereka aktif terlibat dalam menangkal masuknya kapal Louisiana Expresso beberapa tahun yang lalu di perairan Timtim. Detasemen ini juga mengadopsi SBS , team pendarat pantai yang handal dari US Navy dan AL Inggris. Mereka biasa melakukan penerjunan malam hari di rig-rig minyak lepas pantai, dengan menggunakan skenario terorisme. Jadi sabotase dibawah laut , penghancuran dan penyerangan dari laut merupakan keunggulan satuan ini. Perlu diketahui bahwa selain tingkat fisik dan mental yang kuat, intelegensi para perwiranya juga sangat dominan.